"Ooohh manusia berisik", begitu kata Dere.
Kalau aku menilik lirik lagu Dere yang berjudul "Berisik", sebenarnya agak related dengan keresahan yang aku alami selama ini. Hidup sudah hampir 23 tahun di dunia, tapi sepertinya belum pernah ngerasain hidup tentram. Selalu saja ada suara-suara dari luar yang masuk. Tentu suara-suara itu tidak bisa langsung aku abaikan begitu saja.
Pasti kamu pernah dengar kalimat ini, "Kita tidak bisa mengontrol ucapan orang, tapi kita bisa mengontrol respon diri kita terhadap ucapan tersebut". Menurutku itu benar, tapi tidak sepenuhnya benar. Kalau hanya sekali dua kali mungkin masih bisa. Tapi bagaimana jika hal tersebut terus berulang hingga membuat diri kita tak tahan menampung semua ucapan menyakitkan itu?
Terkadang tidur adalah pilihan yang benar. Karena saat kita bangun, kita tidak tahu apapun yang terjadi saat kita terlelap dan waktu terlewat begitu saja. Meskipun demikian, kita tidak bisa tidur terus-terusan. Ada hal-hal yang perlu kita kerjakan dan selesaikan. Solusi lainnya adalah cukup dengarkan apa yang ingin kita dengar. Kalau aku sih memilih mendengarkan musik dengan headset dan sejenisnya. Aku sendiri memang hobi mendengarkan musik. Hampir setiap hari aku mendengarkan musik. Telingaku sudah terbiasa tersumpal dengan berbagai jenis headset. (Mungkin kapan-kapan aku bisa bercerita tentang hobiku ini.)
Walaupun aku mengeluh tentang keresahan terhadap orang-orang yang berisik, jika aku berkaca pada diri sendiri, sebenarnya aku juga punya mulut yang sulit untuk dikontrol. Aku tergolong orang yang sedikit berbicara. Namun, sekalinya bicara, yang terlontar seringnya malah kalimat 'pedas' dan 'menyerang'. Banyak orang yang bilang aku orangnya to the point dan objektif. Kadang aku lalai dengan perasaan orang yang aku ajak bicara. Baru setelah membiarkan egoku menang, aku sadar mungkin telah menyinggung bahkan menyakiti hati orang lain. Ku akui, aku memang sulit menyaring pikiran menjadi perkataan. Aku pun sering menyesal setelahnya. Aku selalu berusaha untuk tidak berbicara yang tidak perlu. Akan sangat tidak tenang jika aku menyakiti orang lain karena perkataanku sendiri.
Hal itulah yang menyebabkan ku sedikit berbicara alias males ngomong. Seringnya aku lebih sering menggunakan anggota tubuh untuk menjawab pertanyaan. Seperti gerakan alis, kedipan, tatapan mata, gerakan bahu, anggukan kepala, dan sejenisnya. Tentu ada orang yang protes ketika aku melakukannya. Tapi yaa gimana lagi, sudah terlanjur malas. Aku tahu ini juga bukan solusi yang tepat. Mana mungkin aku masih bisa males ngomong ketika dihadapkan oleh sesuatu yang tidak benar atau mungkin sedang dihakimi seseorang? Hmmm... tenyata malas berbicara juga bisa menimbulkan masalah baru, misalnya kesalahpahaman. Serba salah bukan?
Yah, namanya juga manusia. Hidup juga berdampingan dengan manusia. Jika tidak mau beradaptasi dengan manusia. Pilihannya ada dua, hidup di hutan atau mati. Bagaimana? Kamu ada saran?
nb: draf ini dipublikasi setelah tepat 2 tahun lamanya mengendap